Sabtu, 09 November 2013

Biopori

Pengertian, Manfaat dan Cara Membuatnya.


Defenisi Biopori menurut saya adalah, lubang resapan yang dibuat dengan sengaja, dengan ukuran tertentu yang telah ditentukan (diameter 10 sampai 30 cm dengan panjang 30 sampai 100 cm) yang ditutupi sampah organik yang berfungsi sebagai penyerap air ke tanah dan membuat kompos alami. Seperti postingan saya yang lalu yang berjudul Biopori: Solusi Teknologi Ramah Lingkungan menyebutkan bahwa Biopori merupakan metode alternatif untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah, selain dengan sumur resapan. Berikut beberapa fungsi dan tujuan dari Biopori..

Tujuan / Fungsi / Manfaat / Peranan Lubang Resapan Biopori / LRB :
1. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.
2. Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
3. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.
4. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.
5. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.
6. Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.
7. Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.

CARA PEMBUATAN

the image
1. Buat lubang silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 c. Kedalaman kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanag bila air ternyata dangkal. Jarak antar lubang antara 50 - 100 cm.
2. Mulut lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2-3 cm dengan tebal 2 cm disekeliling mulut luang.
3. Isi lubang dengan sampah organik yang erasal dari sampah dapur, sisa tanaman, dedaunan, atau pangkasan rumput.
4. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang dan menyusut akibat proses pelapukan.
5.Kompos yang terbantuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.


JUMLAH LUBANG RESAPAN BIOPORI YANG DISARANKAN
Jumlah LRB = intensitas hujan(mm/jam) x luas bidang kedap (m2) / laju resapan air per lubang (liter/jam)

the image
Contoh: untuk daerah dgn itensitas hujan 70 mm/jam (hujan lebat), dengan laju peresapan air perlubang 3 liter/menit (180 liter/jam) pada 150 m2 bidang kedap perlu dibuat sebanyak (70x150) / 180 = 58 lubang LBR.

Hutan Bakau

Pengertian Hutan Bakau
Pengertian Hutan Bakau

Pengertian Hutan Bakau

Hutan bakau adalah hutan yang biasa tumbuh di atas rawa-rawa, berair payau, serta terletak pada garis pantai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Hutan bakau sering disebut juga sebagai hutan mangrove. Secara khusus, hutan ini biasanya terbentuk di tempat-tempat yang menjadi area pengendapan atau pelumpuran bahan-bahan organik.
Ekosistem hutan bakau cenderung bersifat khas. Karena merupakan area pengendapan lumpur dan berhubungan langsung dengan pasang surut air laut, maka hanya sedikit jenis tumbuhan yang dapat bertahan hidup. Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya bersifat khas karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi yang panjang.
Sebenarnya, ada sedikit perbedaan antara hutan bakau dan mangrove. Berbeda dengan bakau, tidak ada tumbuhan atau pohon yang bernama mangrove. Mangrove merupakan sekumpulan pohon dan semak yang tumbuh di daerah intertidal atau daerah pasang surut.
Mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman yang luar biasa. Mangrove sendiri dikelompokkan menjadi 2 yaitu: sejati dan assosiasi. Mangrove sejati sendiri terdiri dari 2 jenis yaitu mayor dan minor. Mangrove mayor memiliki 34 jenis dan mangrove minor ada 20 jenis.
Mangrove assosiasi adalah pohon yang mempunyai banyak kesamaan dengan bakau, maka mangrove pun digabungkan dalam kelompok bakau. Mangrove assosiasi memiliki 60 jenis. Di Indonesia, ada beberapa mangrove sejati, seperti Family Rhizophoraceae, Family Sonneratiaceae dan Family Avicenniaceae.

Manfaat Hutan Bakau

Manfaat pohon bakau juga sudah tak asing bagi masyarakat Indonesia. Namun, karena kurangnya pengetahuan dan faktor ekonomi, pohon bakau atau mangrove banyak ditebangi di beberapa wilayah. Padahal, pohon bakau merupakan jenis tumbuhan yang bermanfaat. Berikut adalah beberapa manfaatnya yang dibagi dalam beberapa golongan:
Fungsi Fisik Hutan Bakau 
a. Menjaga garis pantai tetap stabil dari abrasi air laut.
b. Menahan sedimen secara periodik hingga terbentuk lahan baru.
c. Melindungi pantai dari proses erosi.
d. Sebagai kawasan penyangga proses rembesan air laut ke danau, juga sebagai filter air asin menjadi air tawar.
Fungsi Kimia Hutan Bakau 
a. Tempat terjadinya proses daur ulang oksigen.
b. Penyerap karbondioksida.
c. Pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal di laut.
Fungsi Biologi Hutan Bakau 
a. Kawasan berkembangbiak bagi burung dan satwa.
b. Sumber plasma nutfah dan sumber genetika.
c. Habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut.
d. Penghasil bahan pelapukan yang menjadi makanan penting bagi invertebrata kecil yang juga berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
e. Kawasan pemijahan (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground) udang.
f. Daerah mencari makanan (feeding ground) bagi plankton.
Fungsi Ekonomi Hutan Bakau 
a. Sebagai bahan baku industry.
b. Sebagai penghasil bibit ikan, udang, kepiting, dan telur burung serta madu (nektar).
c. Penghasil kayu bakar, arang serta kayu untuk bangunan dan perabot rumah tangga
Fungsi Wisata Hutan Bakau 
a. Kawasan wisata alam pantai untuk membuat trail mangrove.
b. Sumber belajar bagi pelajar.
c. Lahan konservasi dan lahan penelitian.

PENYEBAB KERUSAKAN HUTAN


Kerusakan hutan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Kebakaran Hutan 
Penyebab kebakaran hutan sampai saat ini masih menjadi topik perdebatan, apakah karena alami atau karena kegiatan manusia. Namun berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab utama kebakaran hutan adalah faktor manusia yang berawal dari kegiatan atau permasalahan sebagai berikut: 
a. Sistem perladangan tradisional dari penduduk setempat yang berpindah-pindah. 
b. Pembukaan hutan oleh para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ntuk insdustri kayu maupun perkebunan kelapa sawit. 
c. Penyebab struktural, yaitu kombinasi antara kemiskinan, kebijakan pembangunan dan tata pemerintahan, sehingga menimbulkan konflik antar hukum adat dan hukum positif negara.


2. Penebangan hutan secara sembarangan 
Menebang hutan sembarangan akan menyebabkan hutan menjadi gundul. Ditambah lagi akhir-akhir ini penebangan hutan liar semakin marak terjadi, 


3. Penegakan Hukum yang Lemah 
Menteri Kehutanan Republik Indonesia M.S.Kaban SE.MSi menyebutkan bahwa lemahnya penegakan hukum di Indonesia telah turut memperparah kerusakan hutan Indonesia. Menurut Kaban penegakan hukum barulah menjangkau para pelaku di lapangan saja. Biasanya mereka hanya orang-orang upahan yang bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-harinya. Mereka hanyalah suruhan dan bukan orang yang paling bertanggungjawab. Orang yang menyuruh mereka dan paling bertanggungjawab sering belum disentuh hukum. Mereka biasanya mempunyai modal yang besar dan memiliki jaringan kepada penguasa. Kejahatan seperti ini sering juga melibatkan aparat pemerintahan yang berwenang dan seharusnya menjadi benteng pertahanan untuk menjaga kelestarian hutan seperti polisi kehutanan dan dinas kehutanan. 
Keadaan ini sering menimbulkan tidak adanya koordinasi yang maksimal baik diantara kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sehingga banyak kasus yang tidak dapat diungkap dan penegakan hukum menjadi sangat lemah. 

4. Mentalitas Manusia. 
Manusia sering memposisikan dirinya sebagai pihak yang memiliki otonomi untuk menyusun blue print dalam perencanaan dan pengelolaan hutan, baik untuk kepentingan generasi sekarang maupun untuk anak cucunya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena manusia sering menganggap dirinya sebagai ciptaan yang lebih sempurna dari yang lainnya. Pemikiran antrhroposentris seperti ini menjadikan manusia sebagai pusat. Bahkan posisi seperti ini sering ditafsirkan memberi lisensi kepada manusia untuk “menguasai” hutan. Karena manusia memposisikan dirinya sebagai pihak yang dominan, maka keputusan dan tindakan yang dilaksanakanpun sering lebih banyak di dominasi untuk kepentingan manusia dan sering hanya memikirkan kepentingan sekarang daripada masa yang akan datang. Akhirnya hutanpun dianggap hanya sebagai sumber penghasilan yang dapat dimanfaatkan dengan sesuka hati. Masyarakat biasa melakukan pembukaan hutan dengan berpindah-pindah dengan alasan akan dijadikan sebagai lahan pertanian. Kalangan pengusaha menjadikan hutan sebagai lahan perkebunan atau penambangan dengan alasan 
untuk pembangunan serta menampung tenaga kerja yang akan mengurangi jumlah pengangguran. Tetapi semua itu dilaksanakan dengan cara pengelolaan yang exploitative yang akhirnya menimbulkan kerusakan hutan. Dalam struktur birokrasi pemerintahan mentalitas demikian juga seakan-akan telah membuat aparat tidak serius untuk menegakkan hukum dalam mengatasi kerusakan hutan bahkan terlibat di dalamnya.